Tuesday, May 4, 2010
Siapa Raden Ajeng Kartini dan kaitan nombor 131
Assalamualaikum semua..
Hmm.. semalam saya, suami dan baby berusia 6 bulan baru pulang dari Pulau Besar. Syukur Alhamdulillah kami dapat bermalam di sana. Menumpang pondok Abang dan Kakak angkat kami..hanya Allah yang dapat membalas jasa baik mereka berdua dan dilimpahi kasih sayang dan kesejahteraan.
Sudah hampir 8 bulan kami tidak ke sana..itupun terakhir lawatan kami dulu, saya sedang mengandung 7 bulan.. Kerana sudah lama tidak bertemu banyak lah yang kami sembang-sembangkan dari perihal keadaan Pulau Besar yang ada kemajuan juga tentang Tasauf..
Dalam banyak waktu itu, ada ketika hanya saya dan Kak Nur saja di pondok Istana mereka..Dan tidak semena-mena Kak Nur menyebut nama seorang wanita yang bagi saya begitu asing sekali. Pada mulanya Kak Nur hanya menyebut Anjeng Kartini, kemudian nama penuh Raden Anjeng Kartini. Dan beliau bertanya kepada saya siapa beliau. Adakah seorang pejuang menentang Belanda atau apa..atau sezaman dengan Kerajaan Majapahit. Saya pula melangut-langut tak tahu..sebab nama tersebut ada "rahsia" nya tersendiri.
Maka tadi saya sempat "google" di Internet. Hmm..rupanya ada kena-mengena dengan Raden MAs..tapi saya tidak pasti Raden Mas yang makamnya di Singapura itukah atau Raden Mas yang lain..
Bila saya hendak memulakan posting tadi, baru saya teringat memang saya diilhamkan dengan nama Raden Anjeng..dan nama itu tidak semena-mena terkeluar dari mulut saya secara tidak sengaja. Itupun selepas saya pulang dari menziarahi makam Raden Mas di Singapura tahun lepas.
Baiklah, saya ada copy dan paste. Artikel di bawah saya ambil dari hasil "google" .
************
SEJARAH – Raden Ajeng Kartini dilahirkan di Jepara pada tanggal 21 April 1879, jadi bertepatan 131 tahun lalu. Beliau adalah putri dari Bupati Jepara waktu itu bernama Raden Mas Adipati Sastrodiningrat dan cucu dari Bupati Demak, Tjondronegoro.
Saat RA Kartini menginjak dewasa, beliau menilai kaum wanita penuh dengan kehampaan, kegelapan, ketiadaan dalam perjuangan yang tidak lebih sebagai perabot kaum laki-laki yang bekerja secara alamiah hanya mengurus dan mengatur rumah-tangga saja.
RA Kartini tidak bisa menerima keadaan itu, walaupun dirinya berasal dari kaum bangsawan, namun tidak mau ada perbedaan tingkatan derajat, Kartini sering turun berbaur dengan masyarakat bawah yang bercita-cita merombak perbedaan status sosial pada waktu itu, dengan semboyan, “Kita Harus Membuat Sejarah, Kita Mesti Menentukan Masa Depan Kita yang Sesuai Keperluan Kita Sebagai Kaum Wanita dan Harus Mendapat Pendidikan Yang Cukup Seperti Halnya Kaum Laki-Laki.”
RA Kartini mengecap pendidikan tinggi setara dengan pemerintah kolonial Belanda dan terus memberi semangat kaum perempuan untuk tampil sama dengan kaum laki-laki. Pernikahan dengan Bupati Rembang, Raden Adipati Joyoningrat, lebih meningkatkan perjuangannya melalui sarana pendidikan dan lain-lain.
RA Kartini wafat pada usia 25 tahun, beliau pergi meninggalkan Bangsa Indonesia dalam usia sangat muda yang masih penuh cita-cita perjuangan dan daya kreasi yang melimpah.
Perjuangan RA Kartini berhasil menempatkan kaum wanita ditempat yang layak dan mengangkat derajat kaum wanita dari tempat gelap ke tempat terang benderang sesuai dengan karya tulis beliau yang terkenal berjudul, “Habis Gelap Terbitlah Terang.”
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 comments:
Saya mau ralat. mestinya bukan Anjeng, melainkan Ajeng.
Trims.
salam.
Terima kasih :]
Post a Comment